A.
Pengertian
Audit Sampling
Audit Sampling
adalah penerapan prosedur audit terhadap kurang dari 100% (seratus persen)
unsur dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi dengan tujuan untuk
menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tertentu
(Pernyataan Standar Audit (PSA) N0. 26).
B.
Teknik
Audit Sampling
Teknik Audit
Sampling merupakan teknik pengujian substantif yang dilakukan dengan tingkat
kurang dari 100% oleh tim audit berdasarkan data dan informasi yang diterima
dari Auditee (pihak yang diaudit).
Ada alasan lain
bagi auditor untuk memeriksa kurang dari 100% unsur yang membentuk akun atau
kelompok transaksi.
Sebagai contoh,
auditor mungkin hanya memeriksa beberapa transaksi dari suatu akun atau
kelompok untuk memperoleh pemahaman atas sifat operasi entitas atau memperjelas
pemahaman atas pengendalian intern entitas.
Audit sampling ini
mengharuskan auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian sampel, serta dalam menghubungkan bukti audit yang
dihasilkan dari sampel dengan bukti audit lain dalam penarikan kesimpulan atas
saldo akun atau kelompok transaksi yang berkaitan.
Audit sampling
dapat diterapkan baik untuk melakukan pengujian pengendalian, maupun pengujian
subtantif.
Audit sampling
banyak diterapkan auditor dalam prosedur pengujian yang berupa voucing,
tracing, dan konfirmasi. Sampling dipergunakan kalau waktu dan biaya tidak
memungkinkan untuk memeriksa seluruh transaksi/kejadian dalam suatu populasi.
Populasi adalah
seluruh item yang harus diperiksa. Sub dari populasi disebut dengan istilah
sampel.
Sampling
dipergunakan untuk menginferensi karakteristik dari
populasi. Inferensi adalah tindakan atau proses yang berasal kesimpulan
logis dari premis-premis yang diketahui atau dianggap benar. Keuntungan dari
sampling itu sendiri adalah:
a. Menghemat
sumber daya: biaya, waktu, tenaga
b. Kecepatan
mendapatkan informasi (up to date)
c. Ruang
lingkup (cakupan) lebih luas
d. Data/informasi
yang diperoleh lebih teliti dan mendalam
e. Pekerjaan
lapangan lebih mudah
Dalam tahapan
audit sampling ada enam tahapan adalah sebagai berikut:
1. Menyusun
Rencana Audit
Kegiatan sampling
audit diawali dengan penyusunan rencana audit. Pada tahap ini ditetapkan:
Jenis pengujian
yang akan dilakukan, karena berpengaruh pada jenis sampling yang akan
digunakan. Pada pengujian pengendalian biasanya digunakan sampling atribut, dan
pada pengujian substantif digunakan sampling variabel.
Tujuan pengujian,
pada pengujian pengendalian untuk meneliti derajat keandalan pengendalian,
sedangkan pengujian substantif tujuannya meneliti kewajaran nilai informasi
kuantitatif yang diteliti.
Populasi yang akan
diteliti, disesuaikan dengan jenis dan tujuan pengujian yang akan dilakukan.
Asumsi-asumsi yang
akan digunakan dalam penelitian, terutama yang diperlukan untuk menentukan unit
sampel dan membuat simpulan hasil audit, seperti tingkat keandalan, toleransi
kesalahan, dan sebagainya.
2. Menetapkan
Jumlah/Unit Sampel
Tahap berikutnya
adalah menetapkan unit sampel. Jika digunakan metode sampling statistik, unit
sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus/formula statistik sesuai dengan
jenis sampling yang dilakukan. Pada tahap ini hasilnya berupa pernyataan
mengenai jumlah unit sampel yang harus diuji pada populasi yang menjadi objek
penelitian.
3. Memilih
Sampel
Setelah diketahui
jumlah sampel yang harus diuji, langkah selanjutnya adalah memilih sampel dari
populasi yang diteliti. Jika menggunakan sampling statistik, pemilihan
sampelnya harus dilakukan secara acak (random).
4. Menguji
Sampel
Melalui tahap
pemilihan sampel, peneliti mendapat sajian sampel yang harus diteliti.
Selanjutnya, auditor menerapkan prosedur audit atas sampel tersebut. Hasilnya,
auditor akan memperoleh informasi mengenai keadaan sampel tersebut.
5. Mengestimasi
Keadaan Populasi
Selanjutnya,
berdasarkan keadaan sampel yang telah diuji, auditor melakukan evaluasi hasil
sampling untuk membuat estimasi mengenai keadaan populasi. Misalnya berupa
estimasi tingkat penyimpangan/kesalahan, estimasi nilai interval populasi, dan
sebagainya.
6. Membuat
Simpulan Hasil Audit
Berdasarkan
estimasi (perkiraan) keadaan populasi di atas, auditor membuat simpulan hasil
audit. Biasanya simpulan hasil audit ditetapkan dengan memperhatikan/
membandingkan derajat kesalahan dalam populasi dengan batas kesalahan yang
dapat ditolerir oleh auditor. Jika kesalahan dalam populasi masih dalam batas
toleransi, berarti populasi dapat dipercaya. Sebaliknya, jika kesalahan dalam
populasi melebihi batas toleransi, populasi tidak dapat dipercaya.
Ada dua pendekatan
umum dalam sampling audit yaitu statistik dan non-statistik. Kedua pendekatan
ini mengharuskan auditor menggunakan pertimbangannya profesionalnya dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian sample.
1. Sampling
statistik (statistical sampling)
2. Sampling
nonstatistik (non-statistical sampling)
Kedua pendekatan
tersebut apabila diterapkan sebagaimana mestinya akan menghasilkan bukti audit
yang cukup. Kedua pendekatan tersebut mengharuskan auditor untuk menggunakan
pertimbangan profesionalnya dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian sampel, serta dalam menghubungkan bukti audit yang dihasilkan dari
sampel dengan bukti audit lain dalam penarikan kesimpulan atas saldo akun atau
kelompok transaksi yang berkaitan.
Cukup atau
tidaknya bukti audit berkaitan dengan, antara lain desain dan ukuran sampel
audit. Ukuran sampel yang diperlukan untuk menghasilkan bukti audit yang cukup
tergantung pada tujuan dan egisiensi sampel. Untuk tujuan tertentu, efisiensi
sampel berhubungan dengan desainnya. Suatu sampel akan lebih efisien daripada
yang lain jika sampel tersebut dapat mencapai tujuan yang sama dengan ukuran
sampel yang lebih kecil. Secara umum, desain yang hati-hati akan menghasilkan
sampel yang lebih efisien.
Penilaian
kompetensi bukti tidak ditentukan oleh rancangan dan penilaian atas sampel
audit. Penilaian kompetensi bukti audit semata-mata merupakan pertimbangan
audit. Penilaian sampel hanya berkaitan dengan kemungkinan bahwa keberadaan
salah saji, atau penyimpangan moneter dari kebijakan dan prosedur struktur
pengendalian intern yang ditetapkan adalah dimasukkan dalam sampel secara
proporsional. Oleh karena itu, pemilihan metode sampling statistik atau
sampling non statistik tidak secara langsung mempengaruhi keputusan auditor
mengenai:
a. Prosedur audit
yang akan diterapkan atas sampel yang dipilih.
b. Kompetensi
bukti audit yang diperoleh berkaitan dengan item sampel individual.
c. Tanggapan
auditor atas kesalahan yang ditemukan dalam item sampel.
Pemilihan antara
kedua pendekatan tersebut didasarkan terutama pada pertimbangan manfaat dan
biaya. Auditor dapat menggunakan sampling statistik atau sampling non statistik
atau kedua-duanya dalam melaksanakan pengujian audit.
Sampling
dan Risiko Audit
Risiko sampling
timbul dari kemungkinan bahwa, jika suatu pengujian pengendalian atau pengujian
substantif terbatas pada sampel, kesimpulan auditor mungkin menjadi lain dari
kesimpulan yang akan dicapainya jika cara pengujian yang sama diterapkan terhadap
semua unsur saldo akun atas kelompok transaksi. Dengan pengertian, suatu sampel
tertentu mungkin mengandung salah saji moneter atau penyimpangan dari
pengendalian yang telah ditetapkan, yang secara proporsional lebih besar atau
kurang daripada yang sesungguhnya terkandung dalam saldo akun atau kelompok
transaksi secara keseluruhan. Untuk suatu desain sampel tertentu, risiko
sampling akan bervariasi secara berlawanan dengan ukuran sampelnya: semakin
kecil ukuran sampel, semakin tinggi risiko samplingya.
Risiko non-sampling
meliputi semua aspek risiko audit yang tidak berkaitan dengan sampling. Seorang
auditor mungkin menerapkan prosedur audit terhadap semua transaksi atau saldo
dan tetap gagal mendeteksi salah saji yang material. Risiko nonsampling meliputi
kemungkinan pemilihan prosedur audit yang tidak semestinya untuk mencapai
tujuan audit tertentu. Sebagai contoh, pengiriman surat konfirmasi atas piutang
yang tercatat tidak dapat diandalkan untuk menemukan piutang yang tidak
tercatat. Risiko nonsampling juga muncul karena auditor mungkin gagal mengenali
salah saji yang ada pada dokumen yang diperiksanya, hal yang akan membuat
prosedur audit menjadi tidak efektif walapun ia telah memeriksa semua data.
Jenis Pengujian
Audit yang Mungkin Memerlukan Sampling
1. Pengujian
pengendalian
2. Pengujian
substantif atas transaksi
3. Pengujian atas
rincian saldo
Sebagian besar
konsep sampling untuk pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas
transaki dapat juga diterapkan bagi sampling pengujian atas rincian saldo.
Dalam kedua kasus
auditor ingin membuat kesimpulan mengenai populasi secara keseluruhan
berdasarkan sampel. Karena pengujian pengendalian, pengujian substantif atas
transaksi, dan pengujian atas rincian saldo. Untuk mengatasi resiko sampling,
auditor dapat menggunakan metode non statistik atau statistik atas ketifa jenis
pengujian tersebut. Perbedaan utama antara pengujian pengendalian, pengujian
substantif atas transaksi dan pengujian atas rincian saldo terletak pada apa
yang ingin diukur oleh auditor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar